Friday, January 31, 2014

Ini cerita klasik....

Ini cerita klasik tentang dia yang terlalu bodoh untuk menyadari kebodohan nya. Dia yang mengira akan mudah menyingkirkan nya ketika semua telah tersampaikan. Dia yang mengira akan ada di titik lega tanpa dihimpit lagi oleh rasa. Dia yang tidak cukup pintar untuk langsung menyadari kalau dia salah. Apa yang dia kira, tidak sejalan dengan apa yang pada akhirnya nyata, apa yang pada akhirnya dia rasa. Dia yang butuh waktu lebih dari sesaat untuk menyadari kalau dia belum sepenuh nya menghembuskan lega. Dia yang terlambat menyadari dia salah. Salah ketika mengira semua akan baik-baik saja. Salah ketika mengira dia bisa melanjutkan perjalanan. Salah ketika mengira dia sudah sampai di titik akhir pengakuan tanpa perlu mempertanyakan. Salah ketika dia terlalu menyepelekan rasa yang ada. Rasa yang memiliki tingkat kekeraskepalaan sejajar dengan si empunya. Rasa yang memiliki tingkat keegoisan yang tak mau kalah dengan dia. Rasa yang memutuskan untuk tetap bertahta. Bahkan ketika dia sudah berkali-kali membunuh nya. Rasa yang memilih untuk tak menggubris doa dia yang meminta nya musnah. Dia sudah terlalu lelah untuk kembali menggapai nya. Tapi terlalu keras kepala untuk menyerah. Pada akhirnya dia menjadi yang paling dibenci, dia menjadi yang diam. Menangis dalam diam. Bertanya pada diam. Bersahabat dengan diam. Ini cerita klasik yang berakhir klasik, dibungkam diam.

No comments:

Post a Comment