Friday, August 29, 2014

Inspirat(or)ion


Out of nowhere, I suddenly missed the heyday of my old time -but not out of time-, my first and big source of inspiration.
Jarak dan waktu tak punya cukup kesanggupan untuk merusak rekaman kenangan. Masih dan akan selalu bernyanyi sempurna.

Ketika pemilik kehidupan sudah punya rencana, konspirasi penuh liku dan rumit pun akan selalu menemukan jalan nya. Mempertemukan dua sisi dunia yang cukup berbeda untuk menghadirkan satu tamparan sayang bukan hal yang susah. Tuhan hanya tak ingin manusia yang dicinta-Nya lupa kalau ia sungguh disayang dan bukannya satu kesalahan.
Yes, I did learn that, Sir!

Wednesday, May 7, 2014

Blessed!

Some said I’m so good with words, yet I never really let myself to put my thanks into words. I wrote this not for anybody at all. I wrote this as a reminder. That if someday I feel so lame, so unlucky, I would read this. And remember that I, indeed, blessed with too many things.

I breathe the air. Too simple, sounds not so extremely big deal. Fortunately, it’s a big deal. Though living in this sometimes-can-be-so-cruel kind of world can cause a hypertension, loss of patience and drained tears, I thank God for being alive. If I never had live, I wouldn’t know the experience of having the best parent in my life. They are the perfect example with their own imperfection. Stubborn and fussy. Two things I strongly inherited from both, that build me up strong enough even until now. Parent was never an enough blessing. I got thrown in the middle of three siblings. Four creatures born in the same blood, understand each other in their unique ways. Not much of a talk, but when it needed the most, we just understand and stand side by side just to support. For sure, these five people were the ones who never leave. They stubbornly stay at the lowest point of my life.

I used to think that I’ll end up with one best friend. But, He disagreed. He knew I need a little more. So He put four guardian angels, best friends, partner in crime, stupidity ally. At least for now. So whatever happens, they can countervail it. They are the ones that I mad at, cried to, and laughed with. So far, we’ve been at the same level of craziness. Somehow I can count my friends, because it was never easy for me to be open to anybody. Those who didn’t know me would point me out as quiet and vicious. I am, for the outsider. Anyway, I am blessed not only with four best friends, but also with so many more friends that I’ve been sharing laugh and life.

I knew nothing about His plan on making me adore those two who, fortunately turn out to be so humble, so kind, so big hearted. So, for this one thing, again I am blessed. For me it’s not me being lucky, it’s me being blessed. Having to know them was one time life lesson. It taught me a lot about having a big heart. Hopefully it’s not only me that being blessed by both of them. Up until now, I keep sending bundles of prayer asking Him to take a good care of both of them.

I fall in love with simple. He’s the simplest and the easiest one to fall to. He’s simply there and he’s simply a supporter, not a provocateur. With him, I had the most comfort conversation. I never regret the day we knew each other. And I never regret the things that I’ve said to him. Honestly, he’s one of the blessings that I had. I learn a lot from him. Being open, being me, and mostly being genuine. When I put a stop between, it’s not because I’m mad. I just need to stop.

I was never a big fan of kiddos. But being thrown away in the middle of hundred of kids, made me learn. What you see is what you get. They can definitely make you lift up your eyebrows, but in seconds they can turn it into laugh. They are what I called a blessing in disguise. With them, it’s not about teaching. It’s about learning together. I find out things first and then I share it with them.

I hate being hurt. But somehow, it’s one of His ways of teaching me lesson. So, I can count it as blessing. It’s a blessing to be hurt by anybody, because at one point, not immediately, I learn things. I learn whom to trust, who are my real family and friends, how I want to be treated by others, why He want me to go through things.

It’s not all the blessings that I ever had in my life. I still have the list going on and on and on. For now, this list will become my first reminder of how good He is. I am not lame. I am not unlucky. I am blessed with so many things. So, thank you, Lord :)

These are my blessings. What are yours?

Sunday, March 23, 2014

Thank Yous!

March 23, 2003 will always hold the key to one of the sweetest-happiest-irreplaceable memory. The magical date. Numbers that simply scratch a big smile. Lord, the time run way too fast, I think. 11 years ago. You're literally too far from me now. Yet I can't even stop my brain to run through that one day memory's details, every year. It might happen ages ago, but you're the first big hearted person that I knew. Thank you for being such an example for this nonsense-stubborn girl. Thank you for giving me the chance to walk with you. Thank you for letting me feel so flattered. That day, you might think it was nothing. Up until now, I still remember. So it's not nothing. It's a BIG thing. At least, for me. You only take me for one day, but the happiness stay. You're part of people that I love and care about that'll always in my prayer. I never had the chance to say a proper and serious thank you. From the deepest part of my heart, thank you :)

The other thank you goes to You. Thank you for "accidentally" putting her in front of my eyes. Thank you for showing me what's  the meaning of a big heart. Thank you for letting me learn something not the hardest way but the happiest way. Thank you for slipping in rainbow in the middle of thunders. Thank you, Lord.

Saturday, March 8, 2014

Muka dua

Aku angkat tangan. Bukan menyerah. Aku hanya ingin kipas-kipas karena kelewat gerah. Mulutmu menyuguhkan kedamaian. Tapi matamu siap menghunuskan senjata. Aneh. Kamu muka dua tapi kerap kali tertangkap sedang berulah. Tapi tak juga jera. Malah semakin merajalela. Tak merasa malu, sedikit pun tidak. Jangan berdusta, kamu terlalu sering tertangkap basah. Malah menunjukan kamu bodohnya parah.

Sunday, February 16, 2014

yang terbaik


Semalam akal sehat mampir mengetuk sadarku. Dan tak seperti biasa nya, aku mau mendengarkan. Aku diajak berpikir ulang tentang kamu. Masa kontrak kamu sebagai pengisi hati tampaknya sudah akan berakhir. Ya. Akhirnya! Bukan karena aku mati asa. Bukan karena kamu terlalu kebal rasa. Tapi karena aku sadar saja. Rasa yang aku punya untuk kamu belum bisa kuhitung pasti seberapa besar. Rasa yang aku punya sudah cukup aku berikan percuma. Mungkin memang rasa ku harus menetap di titik ambang, tanpa perlu dijelaskan. Karena pada akhirnya bukan aku yang paling tahu. Dia jauh lebih tahu. Dia tahu aku hanya mampu bertahan hingga titik ini. Lebih dari titik ini, mungkin hanya akan membuat aku lebih patah. Aku mungkin terkoyak lebih parah. Dia tahu, dan dia beri yang aku mampu. Meski aku mengais menangis, Dia tak pernah berhenti berbisik  “ini yang kamu mampu, ini untuk yang terbaik” di tengah bising nya rasa yang berkecamuk bercampur dengan putus asa. Dia tak pernah beranjak meski aku mengusir sepenuh hati. Dia tetap ada meski aku setengah mati marah. Dia mendampingiku hingga aku mengerti ini yang terbaik.

Rindu....


Entah sejak kapan sang rindu menabuh genderang perang terhadap aku. Sang rindu sudah kehabisan sabar untuk mengetuk pintu ku. Rindu menyerah pada aku yang tak ingin mendengar. Rindu memutuskan untuk memaksa aku mendengar setiap pekik nya. “PERHATIKAN AKU!”, itu kata sang rindu. Aku tahu tapi aku tak mungkin tak mengabaikannya. Aku tak mungkin menjawab sang rindu jika yang dituju tak mampu berkata-kata bahkan sepatah pun. Aku tak mungkin menghadapi sang rindu jika yang dituju tak berniat menanggapi. Aku tahu ketika aku membuka sedikit saja pintu untuk sang rindu, aku hanya akan mengikis lagi yang namanya hati. Hati sudah cukup terkikis hingga titik ini. Aku takut hati memutuskan berhenti untuk merasa karena selama ini yang dirasa cuma perih. Aku tahu ketika aku membiarkan rindu lepas, yang kelak dihadapi nya bukan yang dituju tapi semata hanya dinding yang menghalangi. Aku tahu itu semua. Rindu, berteriaklah sesukamu. Tapi lakukan itu di sudut terdalam hati, supaya tak perlu ada yang mendengar. Terlebih lagi tak perlu didengar yang dituju. Supaya tidak ada lagi sakit hati. Yang ada cuma rindu yang tersembunyi. Aku lebih memilih berperang dengan sang rindu daripada harus diabaikan sekali lagi.

Friday, January 31, 2014

Ini cerita klasik....

Ini cerita klasik tentang dia yang terlalu bodoh untuk menyadari kebodohan nya. Dia yang mengira akan mudah menyingkirkan nya ketika semua telah tersampaikan. Dia yang mengira akan ada di titik lega tanpa dihimpit lagi oleh rasa. Dia yang tidak cukup pintar untuk langsung menyadari kalau dia salah. Apa yang dia kira, tidak sejalan dengan apa yang pada akhirnya nyata, apa yang pada akhirnya dia rasa. Dia yang butuh waktu lebih dari sesaat untuk menyadari kalau dia belum sepenuh nya menghembuskan lega. Dia yang terlambat menyadari dia salah. Salah ketika mengira semua akan baik-baik saja. Salah ketika mengira dia bisa melanjutkan perjalanan. Salah ketika mengira dia sudah sampai di titik akhir pengakuan tanpa perlu mempertanyakan. Salah ketika dia terlalu menyepelekan rasa yang ada. Rasa yang memiliki tingkat kekeraskepalaan sejajar dengan si empunya. Rasa yang memiliki tingkat keegoisan yang tak mau kalah dengan dia. Rasa yang memutuskan untuk tetap bertahta. Bahkan ketika dia sudah berkali-kali membunuh nya. Rasa yang memilih untuk tak menggubris doa dia yang meminta nya musnah. Dia sudah terlalu lelah untuk kembali menggapai nya. Tapi terlalu keras kepala untuk menyerah. Pada akhirnya dia menjadi yang paling dibenci, dia menjadi yang diam. Menangis dalam diam. Bertanya pada diam. Bersahabat dengan diam. Ini cerita klasik yang berakhir klasik, dibungkam diam.

Saturday, January 4, 2014

Sesungguhnya ini adalah serpihan kecil yang aku temukan di antara semerawutnya asa yang sudah pecah terbuang. Serpihan yang entah apakah akan kutemukan yang lain nya.
Satu kata "bodoh" pun tak cukup menggambarkan betapa tak berdaya nya aku menghadapi penguasa rasa.
Satu tanya "kenapa" pun tak bisa terjawab meski sudah terkumpul ribuan alasan.
Ini rasa yang aku punya, yang aku cipta,yang aku ijinkan ada tapi tak berminat sama sekali untuk dikendalikan.
Aku mungkin tampak tak bermasalah, tidak berkutat memikirkan, cukup kuat untuk berdiri tegap.
Sementara sesungguhnya semua jauh berbeda.
Aku memilihnya dan aku salah.
Aku salah dan aku tak juga jera.
Aku tak jera dan memilih hentikan waktu, mendekap sang rasa supaya tak beranjak hingga aku sampai di titik lelah.
Serpihannya masih berantakan. Belum berminat menyatu, hanya menaruh asa pada waktu. Masih percaya waktu akan jadi penyembuh. Waktu yang kerap jadi penyelamat semua ragu. Bahkan ketika meragu pada diri. Ragu pada setiap rasa yang terlanjur dipilih. Waktu yang yakinkan aku, waktu bisa jadi penyembuh jitu. Waktu yang aku perlu, waktu juga yang mengujiku, sudah seberapa aku mampu. Di tengah himpitan waktu yang menyesak, tak lagi mungkin lari mengelak. Aku terdesak di tengah detak yang tak lagi kuat. Menyepi menepi bersama isak. Aku mengiba meminta sudahi semua. Aku cuma bisa merengek meminta cepatlah sang pemilik melajukan sang waktu di dunia.

katanya..

katanya tidak perduli, tapi malah sesumbar sakit hati
katanya tidak peduli, tapi malah mengemis belas kasih
berperan jadi objek penderita yang kelewat disakiti
katanya tidak perduli, tapi malah tidak bisa mengontrol diri dan puas menyakiti yang lain
katanya tidak perduli, tapi malah berlagak bijak menasehati
katanya tinggal katanya karna tidak ada yang sesuai kenyataan
katanya tinggal katanya ketika hati dikalahkan mulut yang lebih lincah untuk menyalahkan
katanya tinggal katanya ketika cuma bisa bersembunyi diantara susunan kata bukannya menghadapi yang di depan mata
yang konon di dunia nyata sering disebut dengan pengecut semata.


Watch your mouth. Think before you talk. Except if you're not there when God share the brain part. Because you don't know how bad you hurt others through your words. Not until it's too late. I might hate silence that bury the truth, but I hate words that base on lies even more.